Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Jumat, 18 Desember 2009

Uji Karbohidrat Pada Makanan



Perlu diketahui kandungan karbohidrat yang ada dalam suatu makanan. Uji yang digunakan antara lain adalah sebagai berikut:

a. Uji Kualitatif
Pengujian ini dapat dilakukan dengan dua (2) macam cara, yaitu; pertama menggunakan reaksi pembentukan warna dan yang kedua menggunakan prinsip kromatografi (TLC/Thin Layer Cromatograpgy, GC/Gas Cromatography, HPLC/High Performance Liquid Cromatography). Dikarenakan efisiensi pengujian, pada umumnya untuk pengujian secara kualitatif hanya digunakan prinsip yang pertama yaitu adanya pembentukan warna sebagai dasar penentuan kandungan karbohidrat dalam suatu bahan. Sedikitnya ada tujuh (7) macam reaksi pembentukan warna, yaitu :

1. Reaksi Molisch
KH (pentose) + H2SO4 pekat à furfural à + a naftol à warna ungu
KH (heksosa) + H2SO4 pekat à HM-furfural à + a naftol à warna ungu
Kedua macam reaksi diatas berlaku umum, baik untuk aldosa (-CHO) maupun karbohidrat kelompok ketosa (C=O).
Uji molisch dilakukan ke dalam 2 ml larutan contoh dalam tabung reaksi ditambahkan dua tetes pereaksi α-naftol 10% (baru dibuat) dan dikocok. Secara hati-hati 2 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam tabung reaksi tadi sehingga timbul dua lapisan cairan dalam tabung reaksi dimana larutan contoh akan berada dilapisan atas. Cincin berwarna merah ungu pada batas kedua cairan menunjukkan adanya karbohidrat dalam contoh (winarno 2008).

2. Reaksi Benedict
KH + camp CuSO4, Na-Sitrat, Na2CO3 à Cu2O endapan merah bata
Pada uji benedict pereaksi terdiri dari kuprit sulfat, natrium sitrat,dan natrium karbonat. Ke dalam 5 ml pereaksi dalam tabung reaksi ditambahkan 8 tetes larutan contoh, kemudian tabung reaksi ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Timbulnya endapan warna hijau, kuning, atau merah orange menunjukkan adanya gula pereduksi dalam contoh (winarno 2008).

3. Reaksi Barfoed
KH + camp CuSO4 dan CH3COOH à Cu2O endapan merah bata
Pereaksi pada uji barfoed terdiri dari kuprit asetat dan asam asetat. Ke dalam 5 ml pereaksi dalam tabung reaksi ditambahkan 1 ml larutan contoh, kemudian tabung reaksi ditempatkan dalam air mendidih selama 1 menit. Endapan berwarna merah orange menunjukkan adanya monosakarida dalam contoh (winarno 2008).

4. Reaksi Fehling
KH + camp CuSO4, K-Na-tatrat, NaOH à Cu2O endapan merah bata
Ketiga reaksi diatas memiliki prinsip yang hampir sama, yaitu menggunakan gugus aldehid pada gula untuk mereduksi senyawa Cu2SO4 menjadi Cu2O (enpadan berwarna merah bata) setelah dipanaskan pada suasana basa (Benedict dan Fehling) atau asam (Barfoed) dengan ditambahkan agen pengikat (chelating agent) seperti Na-sitrat dan K-Na-tatrat.

5. Reaksi Iodium
KH (poilisakarida) + Iod (I2) à warna spesifik (biru kehitaman)
Pada uji iodium larutan contoh diasamkan dengan HCl. Sementara itu dibuat larutan iodin dalam larutan KI. Larutan contoh sebanyak satu tetes ditambahkan ke dalam larutan iodin. Timbulnya warna biru menunjukkan adanya pati dala contoh, sedangkan warna merah menunjukkan adanya glikogen atau eritrodekstrin (winarno 2008).

6. Reaksi Seliwanoff
KH (ketosa) + H2SO4 à furfural à + resorsinol à warna merah.
KH (aldosa) + H2SO4 à furfural à + resorsinol à negative
Pada uji seliwanoff pereaksi dibuat segera sebelum uji dimulai. Pereaksi ini dibuat dengan mencampurkan 3,5 ml resorsinol 0,5% dengan 12 ml HCl pekat, kemudian diencerkan menjadi 35 ml dengan air suling. Uji dilakukan dengan menambahkan 1 ml larutan contoh ke dalam 5 ml pereaksi, kemudian ditempatkan dalam air mendidih selama 10 menit. Warna merah cherry menunjukkan adanya fruktosa dalam contoh (winarno 2008).

7. Reaksi Osazon
Reaksi ini dapat digunakan baik untuk larutan aldosa maupun ketosa, yaitu dengan menambahkan larutan fenilhidrazin, lalu dipanaskan hingga terbentuk kristal berwarna kuning yang dinamakan hidrazon (osazon.

8. Uji antron
Sebanyak 0,2 ml larutan contoh di dalam tabung reaksi ditambahkan ke dalam larutan antron (0,2% dalam H2SO4 pekat). Timbulnya warna hijau atau hijau kebiruan menandakan adanya karbohidrat dalam larutan contoh. Uji ini sangat sensitive sehingga juga dapat memberikan hasil positif jika dilakukan pada kertas saring yang mengandung selulosa. Uji antron ini telah dikembangkan untuk uji kuantitatif secara colorimetric bagi glikogen, inulin, dan gula dalam darah (winarno 2008).

9. Uji Orsinal Bial-HCl
Ke dalam 5 ml pereaksi ditambahkan 2-3 ml larutan contoh, kemudian dipanaskan sampai timbul gelembung-gelembung gas ke permukaan larutan. Timbulnya endapan dan larutan warna hijau menandakan adanya pentose dalam contoh (winarno 2008).

10. Uji hayati
Pereaksi terdiri dari garam Rochelle atau kalium natrium tartrat, gliserol, dan kupri sulfat. Uji dan tanda-tanda dilakukan sama seperti uji benedict (winarno 2008).

11. Uji tauber
Sebanyak 2 tetes larutan contoh ditambahkan ke dalam 1 ml larutan benzidina, didihkan, dan dinginkan cepat-cepat. Timbulnya warna ungu menunjukkan adanya pentose dalam contoh (winarno 2008).

b. Uji Kuantitatif
Untuk penetapan kadar karbohidrat dapat dilakukan dengan metode fisika, kimia, enzimatik, dan kromatografi (tidak dibahas).

1. Metode Fisika
Ada dua (2) macam, yaitu :

a. Berdasarkan indeks bias
Cara ini menggunakan alat yang dinamakan refraktometer, yaitu dengan rumus :
X = [(A+B)C - BD)]
4
dimana :
X = % sukrosa atau gula yang diperoleh
A = berat larutan sampel (g)
B = berat larutan pengencer (g)
C = % sukrosa dalam camp A dan B dalam tabel
D = % sukrosa dalam pengencer B

b. Berdasarkan rotasi optis
Cara ini digunakan berdasarkan sifat optis dari gula yang memiliki struktur asimetrs (dapat memutar bidang polarisasi) sehingga dapat diukur menggunakan alat yang dinamakan polarimeter atau polarimeter digital (dapat diketahui hasilnya langsung) yang dinamakan sakarimeter (http://food4healthy.wordpress.com/2008/10/11/analisis-karbohidrat/ 2009).
Menurut hokum Biot; “besarnya rotasi optis tiap individu gula sebanding dengan konsentrasi larutan dan tebal cairan” sehingga dapat dihitung menggunakan rumus :
[a] D20 = 100 A
L x C
dimana :
[a] D20 = rotasi jenis pada suhu 20 oC menggunakan
D = sinar kuning pada panjang gelombang 589 nm dari lampu Na
A = sudut putar yang diamati
C = kadar (dalam g/100 ml)
L = panjang tabung (dm)
sehingga C = 100 A
L x [a] D20

2. Metode Kimia
Metode ini didasarkan pada sifat mereduksi gula, seperti glukosa, galaktosa, dan fruktosa (kecuali sukrosa karena tidak memiliki gugus aldehid). Fruktosa meskipun tidak memiliki gugus aldehid, namun memiliki gugus alfa hidroksi keton, sehingga tetap dapat bereaksi.
Dalam metode kimia ini ada dua (2) macam cara yaitu :

a. Titrasi
Untuk cara yang pertama ini dapat melihat metode yang telah distandarisasi oleh BSN yaitu pada SNI cara uji makanan dan minuman nomor SNI 01-2892-1992.

b. Spektrofotometri
Adapun untuk cara yang kedua ini menggunakan prinsip reaksi reduksi CuSO4 oleh gugus karbonil pada gula reduksi yang setelah dipanaskan terbentuk endapan kupru oksida (Cu2O) kemudian ditambahkan Na-sitrat dan Na-tatrat serta asam fosfomolibdat sehingga terbentuk suatu komplek senyawa berwarna biru yang dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm.

3. Metode Enzimatik
Untuk metode enzimatis ini, sangat tepat digunakan untuk penentuan kagar suatu gula secara individual, disebabkan kerja enzim yang sangat spesifik. Contoh enzim yang dapat digunakan ialah glukosa oksidase dan heksokinase Keduanya digunakan untuk mengukur kadar glukosa.

a. Glukosa oksidase
D- Glukosa + O2 oleh glukosa oksidase à Asam glukonat dan H2O2
H2O2 + O-disianidin oleh enzim peroksidase à 2H2O + O-disianidin teroksdasi yang berwarna cokelat (dapat diukur pada l 540 nm).

b. Heksokinase
D-Glukosa + ATP oleh heksokinase à Glukosa-6-Phospat +ADP
Glukosa-6-Phospat + NADP+ oleh glukosa-6-phospat dehidrogenase à Glukonat-6-Phospat + NADPH + H+ Adanya NADPH yang dapat berpendar (memiliki gugus kromofor) dapat diukur pada l 334 nm dimana jumlah NADPH yang terbentuk setara dengan jumlah glukosa.

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 komentar:

Posting Komentar