Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Minggu, 23 Mei 2010

Penggunaan lahan di Merawke



Memasuki 2010, Indonesia akan mencatat sejarah kelam dalam sektor pertanian tanaman pangan. Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman, sebagai payung hukum investasi food estate.atau pertanian tanaman pangan berskala luas setelah sebelumnya hanya dimasukkan dalam Peraturan Presiden No 77/2007 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Terbuka. Hal ini merupakan bagian dari operasionalisasi Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) yang disahkan bulan September 2009 lalu, yang memberi ruang yang luas kepada pihak korporasi untuk berinvestasi dan memiliki lahan pertanian pangan.

Disisi yang lain, pondasi kedaulatan pangan indonesia masih berada dalam kerapuhan dan belum memiliki pondasi yang kuat. Petani masih kekurangan lahan dibawah ketidak berdayaan menghadapi pasar bebas dan kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap petani kecil. Jika kondisi ini diteruskan maka Indonesia akan memasuki masa pengesahan “perampasan tanah” (land grabbing), ketika pengusaha besar lokal dan asing dilegalkan oleh pemerintah untuk bersaing dengan petani gurem.

Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFE)
Food Estate merupakan konsep pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan yang berada di suatu kawasan lahan yang sangat luas. Secara sederhana konsep Food Estate layaknya kawasan industri pangan.

Saat ini setidaknya ada enam swasta nasional disamping investor asing yang sudah siap menanamkan modalnya mengembangkan agribisnis di Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFE). Investor tersebut adalah Bangun Tjipta, Medco Grup, Comexindo Internasional, Digul Agro Lestari, Buana Agro Tama, dan Wolo Agro Makmur. Bahkan, investor asal Arab Saudi, dari kelompok usaha Laden Groups sempat menengok tanah Merauke. Nama-nama ini bertambah panjang jika kita melihat daftar yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah dan Perijinan Merauke.

Sudah dipastikan program food estate ini akan menarik minat pemodal asing karena akan diberi banyak kemudahan untuk “memiliki” dan mengelola lahan yang ada di Indonesia. Melalui food estate peran petani kecil dan penduduk di kawasan tersebut hanya akan menjadi buruh bagi pemodal di food estate. Dengan alasan pemerintah mendorong ekonomi kerakyatan, negeri ini makin terbelenggu kapital asing dan meliberalisasi semuanya yang justru akan mengancam kedaulatan pangan.

Dilihat dari sisi lingkungan hidup, pembukaan lahan sebesar 1,6 juta Hektar akan berpengaruh pada perubahan ekosistem dan keseimbangan ekologinya. Pembangunan tanpa memperhitungkan daya dukung lingkungan dapat berakibat buruk dan berakhir dengan bencana. Alih fungsi lahan secara besar-besaran pada wilayah Merauke yang didominasi oleh dataran rendah dan rawa dapat menyebabkan wilayah Merauke berada pada ancaman kehilangan daratan. Berkurangnya hutan dan daerah resapan mendorong abrasi dan intruisi air laut kedaratan semakin cepat. Alih fungsi hutan juga mempercepat ancaman pemanasan global yang dikhawatirkan menaikan permukaan air laut hingga 2 meter.

Hutan bagi masyarakat adat Papua juga berarti secara ekonomi, sosial dan budaya. Hutan adalah sumber kehidupan, tempat tersedianya sagu dan berburu. Kehilangan wilayah hutan dapat berdampak pada kerawanan pangan. Selain itu nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Merauke akan tergerus dengan adanya serbuan industrialiasi pangan di kawasan ini. Dari segi sosial, MIFE juga dapat menyebabkan merauke kebanjiran tenaga kerja dari luar hingga 4 juta orang, bandingkan dengan jumlah penduduk Merauke yang hanya 174.710 jiwa.

sumber : okezone.com
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

Sabtu, 22 Mei 2010

Dambut, Penemu Tungku Hemat Energi Dari Nabire



JUBI—Sebuah adopsi teknologi sederhana ini agaknya menjawab kebutuhan masyarakat Nabire. Ia membantu melestarikan hutan dan lingkungan hidup serta meringankan beban masyarakat menyusul makin melambungnya harga bahan bakar minyak tanah.

Adalah Dambut Bernadus SSos, sang penemu tungku hemat energi itu. Ditemukan dan diproduksi pertama kalinya pada tahun 2005 silam. “Tungku ini merupakan hasil inovasi saya karena waktu itu orang-orang dan termasuk saya antre minyak tanah di kawasan Sanoba,” kata Bernadus kepada JUBI di kediamannya di Jalan Suci Gg. 4, Kelurahan Siriwini, Nabire. Alat memasak berbentuk tungku ini dirancang untuk lebih menghemat pasokan bahan bakar kayu dan lebih mengoptimalkan panas. Dengannya orang dapat memasak lebih cepat dan tidak boros kayu. Dambut Bernardus memberi nama “Tungku Bole Cenderawasih Papua”. “Saya kasih nama begitu, karena tungku hemat energi yang saya produksi di Nabire ini mau menjawab kesulitan warga ketika harga minyak semakin mahal,” ujarnya. “Tetapi juga dengan menggunakan kayu secara berlebihan, tentu hutan kita jadi sasaran dan burung Cenderawasih yang ada di hutan akan semakin jauh dan punah akibat ulah manusia,” tambahnya.
Sepintas tungku itu berbentuk kecil. Agak portabel dan tidak berat. Tungku ini didesain sedemikian rupa agar tak mudah membakar lantai rumah yang terbuat dari kayu. “Proses pembuatan tungku ini memang tidak susah,” ujarnya. Produk tungku yang dihasilkannya, cukup inovatif. “Tidak ada yang ajarkan, saya juga tidak ikut pelatihan pembuatan tungku. Ini saya bikin setelah putar otak,” aku Bernadus menceritakan awal mula usaha tungku tersebut.
Ayah 4 anak ini terus berusaha mempraktekan hingga menghasilkan bentuk nyata. Tapi awalnya memang tidak langsung jadi. Sempat beberapa kali gagal, karena tungku yang dibuatnya ada yang retak. “Tungku yang saya bikin ini tra bisa hancur, kitong bisa pakai selama bertahun-tahun,” katanya bernada promosi. Dia juga tak membantah jika ada orang tertentu meniru hasil inovasinya. “Ada, tapi tra mungkin dorang akan menyamai produk saya. Tungku yang saya produksi ini sangat khas,” timpal pria kelahiran Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, 1 Januari 1960 itu.
Bagaimana cara bikin tungku ini? Tanpa menjelaskan secara detail, Bernadus hanya berujar, “Sangat sederhana, Bung!”. Dia menjelaskan, tungku dapat bekerja jika dibuat dengan prosedur yang baik. Pertama, mencoba mengetahui dan memahami bagaimana api dan sumbernya bekerja, dan kemudian membangun desain untuk mengefektifkan panas untuk kepentingan memasak. Sehingga tak banyak panas yang terbuang percuma. Makanya, supaya lebih optimal, tungku dilengkapi lubang perapian dan tiga lubang kecil untuk tempat sirkulasi udara. Kedua, Di bagian bawah tungku dibuat satu lubang berukuran secukupnya. Pada dasarnya, tungku tersebut dibuat dengan beberapa bahan baku yang terlebih dulu diadonkan. “Saya punya tungku ini tra akan retak biarpun kena panas api,” tandasnya dengan dialeg khas Papua.

Kebutuhan Rumah Tangga
“Dapur itu penting bagi sebuah rumah tangga. Untuk masak, ya dapur. Cuma mau pakai kompor atau tungku biasa ataukah tungku hemat energi ini, adalah pilihan masing-masing keluarga,” kata Bernadus yang juga mantan Kepala Sekolah SMA Negeri I Nabire ini.
Tungku baru hasil temuan Bernadus memang menjawab efesiensi dan penghematan energi. Beberapa orang yang sudah membeli dan memakai tungku itu, Zita Douw misalnya, mengaku tak perlu cari dan beli kayu lagi. Cukup dengan potongan kayu, kita bisa masak makanan. “Dulu saya punya dapur masih pakai tungku biasa. Untuk masak makanan atau air, ya butuh banyak kayu. Sekarang tidak, karena saya pakai tungku hemat energi, tidak lagi butuh kayu api dalam jumlah banyak,” kata Zita kepada JUBI beberapa hari lalu di kompleks Pastoran Kristus Sahabat Kita Nabire.
Diakui Bernadus, proses pembuatan tungku Bole Cenderawasih Papua berbeda dengan jenis tungku lainnya. Bahan bakunya memang tidak susah, mudah didapat. Proses pembuatan yang sangat sederhana, tentu membutuhkan ketelitian dalam membuat adonan hingga hasil akhir. “Di Wamena dan Yahukimo juga sudah ada yang beli tungku ini,” imbuhnya.
Bernadus yakin, teknologi alternatif yang ditemukan empat tahun lalu itu sangat membantu orang lain. “Harganya terjangkau, Rp 250.000 per unit. Kalau yang ukuran besar Rp 450.000. Tungku ini akan mengurangi konsumsi kayu bakar yang berlebihan,” kata guru SMP Negeri 8 Nabire di Kampung Sanoba.
Kehebatan tungku ini sudah teruji. Bahkan pernah dipraktekan di hadapan banyak orang saat Festival Seni Budaya Papua IX di Nabire. “Pernah dialog interaktif di RRI Nabire, saat itu banyak respon positif dari para pendengar,” ujar pria yang menetap di Nabire tahun 1983 itu.

Belum Dilirik Pemerintah
Produk tungku hemat energi ala Dambut Bernadus, memang diakui kegunaan dan manfaatnya sebagai alat subtitusi (pengganti) alat masak kompor. Namun usaha pembuatan Tungku Boleh Cenderawasih Papua itu hingga kini belum dilirik pemerintah daerah. “Sampai sekarang belum ada perhatian dari pemerintah daerah untuk kami bisa kembangkan tungku ini sebagai solusi hemat pemakaian bahan bakar,” tutur mantan Kepala Sekolah SMA YPPK Adhi Luhur Nabire (1987-90) itu.
Bernadus juga tak mengerti mengapa pemerintah enggan memperhatikan usaha swadaya masyarakat. Termasuk usaha tungku yang dirintisnya sejak tahun 2005 silam.
Menurutnya, tungku yang diproduksinya itu merupakan sebuah alat masak hemat energi dengan proses memasak yang cepat dan didukung sirkulasi udara. Itu sebabnya, tungku tersebut dibuat sedemikian rupa sebagai hasil hasil inovatif Bernadus. “Mudah-mudahan pemerintah daerah mendukung dalam bentuk modal kerja. Rasanya kami terbeban apabila kami kurang menanggapi keinginan masyarakat untuk tetap memproduksi tungku ini. Kami dan masyarakat merasa lebih bersemangat melalui uluran tangan dan perhatian dari pemerintah dan pihak lain untuk membantu biaya produksinya,” tuturnya penuh harap.
Kini, usaha Tungku Bole Cenderawasih dikerjakan 3 orang. Tempat usahanya terletak disamping rumah Dambut Bernadus. Sebelumnya di Samabusa, tapi dipindahkan bersamaan pindah tempat tugas. Tungku hemat energi karya orisinil Bernadus ini pernah diikutkan dalam berbagai event pameran atau promosi produk lokal. Misalnya saat pagelaran Festival Seni Papua IX yang dipusat di Taman Gizi Oyehe Nabire, dua tahun lalu. Sebagai umat beragama, Bernadus berkeyakinan bahwa anugerah kasih yang diberikan Tuhan kepada dapat diwujudnyatakan kepada sesama. Salah satunya, orang lain bisa merasakan manfaat tungku buatan Bernandus. (Markus You)
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

STATUS GIZI INDONESIA



Assalammu'alaikum wr. wb......

senang banget hari ini bisa menulis lagi, rindu rasanya menggerakkan tangan ini untuk menulis di blog ini. saking sibuk kuliah dan organisasi jadi tidak sempat untuk menulis. tapi alhamdullah hari ini dan detik ini bisa nulis lagi. Trimakasih Ya Allah atas kesempatan yang engkau berikan.....

Tau nga sih...???
Saat ini masalah pangan dan gizi sangat amat banyak di Indonesia bahkan dunia. kenapa ya bisa seperti itu? saya pikir itu semua dampak dari teknologi yang ada. kenapa saya katakan demikian?, soalnya semakin tahun masalah tersebut semakin menjadi dimana semakin tahun semik maju juga teknologi yang ada. sudah 65 tahun indonesia merdeka, tetapi masih juga banyak masalah salah satunya dalam masalah gizi dan pangan.

saat ini masalah tersebut tidak hanya dialami oleh masyarakat menengah ke bawah tetapi menengah keataspun banyak yang menderita malnutrition.Sekitar 37,3 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan, separo dari total rumah tangga mengonsumsi makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari, lima juta balita berstatus gizi kurang, dan lebih dari 100 juta penduduk berisiko terhadap berbagai masalah kurang gizi.

Itulah sebagian gambaran tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia yang perlu mendapat perhatian sungguh-sungguh untuk diatasi. Apalagi Indonesia sudah terikat dengan kesepakatan global untuk mencapai Millennium Development Goals (MDG's) dengan mengurangi jumlah penduduk yang miskin dan kelaparan serta menurunkan angka kematian balita menjadi tinggal separo dari keadaan pada tahun 2000.

berbicara mengenai masalah gici, apa sih masalah gizi itu...???

Masalah gizi adalah gangguan kesehatan seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pemenuhan kebutuhannya akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi yang dalam bahasa Inggris disebut malnutrition, dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah gizi-kurang (under nutrition) dan masalah gizi-lebih (over nutrition), baik berupa masalah gizi-makro ataupun gizi-mikro.

Masalah gizi makro, terutama masalah kurang energi dan protein (KEP), telah mendominasi perhatian para pakar gizi selama puluhan tahun. Pada tahun 1980-an data dari lapangan di banyak negara menunjukkan bahwa masalah gizi utama bukan kurang protein, tetapi lebih banyak karena kurang energi atau kombinasi kurang energi dan protein. Bayi sampai anak berusia lima tahun, yang lazim disebut balita, dalam ilmu gizi dikelompokkan sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi termasuk KEP.

Masalah gizi lainnya yang cukup penting adalah masalah gizi mikro, terutama untuk kurang vitamin A, kurang yodium, dan kurang zat besi. Meskipun berdasarkan hasil survei nasional tahun 1992 Indonesia dinyatakan telah bebas dari xerophthalmia, masih 50 persen dari balita mempunyai serum retinol <20 mcg/100 ml, yang berarti memiliki risiko tinggi untuk munculnya kembali kasus xeropthalmia. Sementara prevalensi gangguan akibat kurang yodium (GAKY) pada anak usia sekolah di Indonesia adalah 30 persen pada tahun 1980 dan menurun menjadi 9,8 persen pada tahun 1998.

Walaupun terjadi penurunan yang cukup berarti, GAKY masih dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena secara umum prevalensi masih di atas 5 persen dan bervariasi antar wilayah, dimana masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi GAKY di atas 30 persen.

Penyebab Utama Masalah Gizi
Terdapat dua faktor yang terkait langsung dengan masalah gizi khususnya gizi buruk atau kurang, yaitu intake zat gizi yang bersumber dari makanan dan infeksi penyakit (lihat Gambar 3). Kedua faktor yang saling mempengaruhi tersebut terkait dengan berbagai fakto penyebab tidak langsung yaitu ketahanan dan keamanan pangan, perilaku gizi, kesehatan badan dan sanitasi lingkungan.

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu utama upaya peningkatan status gizi masyarakat yang paling erat kaitannya dengan pembangunan pertanian. Situasi produksi pangan dalam negeri serta ekspor dan impor pangan akan menentukan ketersediaan pangan yang selanjutnya akan mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di tingkat wilayah. Sementara ketahanan pangan pada tingkat rumahtangga, akan ditentukan pula oleh daya daya beli masyarakat terhadap pangan

Seperti yang tersaji dalam Gambar 5, ketahanan pangan sebagai isu penting dalam pembangunan pertanian menuntut kemampuan masyarakat dalam menyediakan kebutuhan pangan yang diperlukan secara sustainable (ketersediaan pangan) dan juga menuntut kondisi yang memudahkan masyarakat memperolehnya dengan harga yang terjangkau khususnya bagi masyarakat lapisan bawah (sesuai daya beli masyarakat).

Menyeimbangkan antara ketersediaan pangan dan sesuai dengan daya beli masyarakat dengan meminimalkan ketergantungan akan impor menjadi hal yang cukup sulit dilaksanakan saat ini. Pada kenyataannya, beberapa produk pangan penting seperti beras dan gula, produksi dalam negeri dirasa masih kalah dengan produk impor karena tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat kita.

Kebijakan yang ada pun tidak memberi kondisi yang kondusif bagi petani sebagai produsen, untuk dapat meningkatkan produktivitasnya maupun mengembangkan diversifikasi pertanian guna mengembangkan keragaman pangan.
Perkembangan Konsumsi Pangan
Intake zat gizi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi seseorang merupakan salah satu penyebab langsung dari timbulnya masalah gizi. Rata-rata konsumsi energi penduduk Indonesia tahun 2002 adalah sekitar 202 kkal/kap/hari yang berarti sekitar 90.4 persen dari kecukupan yang dianjurkan. Sementara rata-rata konsumsi protein sekitar 54,4 telah melebih kecukupan protein yang dianjurkan baru mencapai 90,4 persendari kecukupan gizi yang dianjurkan sebesar 2200 kkal/hari.

Selain masih rendahnya tingkat konsumsi energi, data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan penduduk belum memenuhi kaidah gizi baik dari segi kualitas maupun keragamannnya, dimana masih terjadi: (1) kelebihan padi-padian; (2) sangat kekurangan pangan hewani; dan (3) kurang umbi-umbian, sayur dan buah, kacang-kacangan, minyak dan lemak, buah/biji berminyak serta gula. Kondisi tersebut mencerminkan tingginya ketergantungan konsumsi pangan penduduk pada padi-padian terutama beras.

Sumber : Suara Pembaruan Online
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO