Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it to make a type specimen book. It has survived not only five centuries, but also the leap into electronic typesetting, remaining essentially unchanged. It was popularised in the 1960s with the release of Letraset sheets containing Lorem Ipsum passages, and more recently with desktop publishing software like Aldus PageMaker including versions of Lorem Ipsum.

Sabtu, 22 Mei 2010

Dambut, Penemu Tungku Hemat Energi Dari Nabire



JUBI—Sebuah adopsi teknologi sederhana ini agaknya menjawab kebutuhan masyarakat Nabire. Ia membantu melestarikan hutan dan lingkungan hidup serta meringankan beban masyarakat menyusul makin melambungnya harga bahan bakar minyak tanah.

Adalah Dambut Bernadus SSos, sang penemu tungku hemat energi itu. Ditemukan dan diproduksi pertama kalinya pada tahun 2005 silam. “Tungku ini merupakan hasil inovasi saya karena waktu itu orang-orang dan termasuk saya antre minyak tanah di kawasan Sanoba,” kata Bernadus kepada JUBI di kediamannya di Jalan Suci Gg. 4, Kelurahan Siriwini, Nabire. Alat memasak berbentuk tungku ini dirancang untuk lebih menghemat pasokan bahan bakar kayu dan lebih mengoptimalkan panas. Dengannya orang dapat memasak lebih cepat dan tidak boros kayu. Dambut Bernardus memberi nama “Tungku Bole Cenderawasih Papua”. “Saya kasih nama begitu, karena tungku hemat energi yang saya produksi di Nabire ini mau menjawab kesulitan warga ketika harga minyak semakin mahal,” ujarnya. “Tetapi juga dengan menggunakan kayu secara berlebihan, tentu hutan kita jadi sasaran dan burung Cenderawasih yang ada di hutan akan semakin jauh dan punah akibat ulah manusia,” tambahnya.
Sepintas tungku itu berbentuk kecil. Agak portabel dan tidak berat. Tungku ini didesain sedemikian rupa agar tak mudah membakar lantai rumah yang terbuat dari kayu. “Proses pembuatan tungku ini memang tidak susah,” ujarnya. Produk tungku yang dihasilkannya, cukup inovatif. “Tidak ada yang ajarkan, saya juga tidak ikut pelatihan pembuatan tungku. Ini saya bikin setelah putar otak,” aku Bernadus menceritakan awal mula usaha tungku tersebut.
Ayah 4 anak ini terus berusaha mempraktekan hingga menghasilkan bentuk nyata. Tapi awalnya memang tidak langsung jadi. Sempat beberapa kali gagal, karena tungku yang dibuatnya ada yang retak. “Tungku yang saya bikin ini tra bisa hancur, kitong bisa pakai selama bertahun-tahun,” katanya bernada promosi. Dia juga tak membantah jika ada orang tertentu meniru hasil inovasinya. “Ada, tapi tra mungkin dorang akan menyamai produk saya. Tungku yang saya produksi ini sangat khas,” timpal pria kelahiran Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, 1 Januari 1960 itu.
Bagaimana cara bikin tungku ini? Tanpa menjelaskan secara detail, Bernadus hanya berujar, “Sangat sederhana, Bung!”. Dia menjelaskan, tungku dapat bekerja jika dibuat dengan prosedur yang baik. Pertama, mencoba mengetahui dan memahami bagaimana api dan sumbernya bekerja, dan kemudian membangun desain untuk mengefektifkan panas untuk kepentingan memasak. Sehingga tak banyak panas yang terbuang percuma. Makanya, supaya lebih optimal, tungku dilengkapi lubang perapian dan tiga lubang kecil untuk tempat sirkulasi udara. Kedua, Di bagian bawah tungku dibuat satu lubang berukuran secukupnya. Pada dasarnya, tungku tersebut dibuat dengan beberapa bahan baku yang terlebih dulu diadonkan. “Saya punya tungku ini tra akan retak biarpun kena panas api,” tandasnya dengan dialeg khas Papua.

Kebutuhan Rumah Tangga
“Dapur itu penting bagi sebuah rumah tangga. Untuk masak, ya dapur. Cuma mau pakai kompor atau tungku biasa ataukah tungku hemat energi ini, adalah pilihan masing-masing keluarga,” kata Bernadus yang juga mantan Kepala Sekolah SMA Negeri I Nabire ini.
Tungku baru hasil temuan Bernadus memang menjawab efesiensi dan penghematan energi. Beberapa orang yang sudah membeli dan memakai tungku itu, Zita Douw misalnya, mengaku tak perlu cari dan beli kayu lagi. Cukup dengan potongan kayu, kita bisa masak makanan. “Dulu saya punya dapur masih pakai tungku biasa. Untuk masak makanan atau air, ya butuh banyak kayu. Sekarang tidak, karena saya pakai tungku hemat energi, tidak lagi butuh kayu api dalam jumlah banyak,” kata Zita kepada JUBI beberapa hari lalu di kompleks Pastoran Kristus Sahabat Kita Nabire.
Diakui Bernadus, proses pembuatan tungku Bole Cenderawasih Papua berbeda dengan jenis tungku lainnya. Bahan bakunya memang tidak susah, mudah didapat. Proses pembuatan yang sangat sederhana, tentu membutuhkan ketelitian dalam membuat adonan hingga hasil akhir. “Di Wamena dan Yahukimo juga sudah ada yang beli tungku ini,” imbuhnya.
Bernadus yakin, teknologi alternatif yang ditemukan empat tahun lalu itu sangat membantu orang lain. “Harganya terjangkau, Rp 250.000 per unit. Kalau yang ukuran besar Rp 450.000. Tungku ini akan mengurangi konsumsi kayu bakar yang berlebihan,” kata guru SMP Negeri 8 Nabire di Kampung Sanoba.
Kehebatan tungku ini sudah teruji. Bahkan pernah dipraktekan di hadapan banyak orang saat Festival Seni Budaya Papua IX di Nabire. “Pernah dialog interaktif di RRI Nabire, saat itu banyak respon positif dari para pendengar,” ujar pria yang menetap di Nabire tahun 1983 itu.

Belum Dilirik Pemerintah
Produk tungku hemat energi ala Dambut Bernadus, memang diakui kegunaan dan manfaatnya sebagai alat subtitusi (pengganti) alat masak kompor. Namun usaha pembuatan Tungku Boleh Cenderawasih Papua itu hingga kini belum dilirik pemerintah daerah. “Sampai sekarang belum ada perhatian dari pemerintah daerah untuk kami bisa kembangkan tungku ini sebagai solusi hemat pemakaian bahan bakar,” tutur mantan Kepala Sekolah SMA YPPK Adhi Luhur Nabire (1987-90) itu.
Bernadus juga tak mengerti mengapa pemerintah enggan memperhatikan usaha swadaya masyarakat. Termasuk usaha tungku yang dirintisnya sejak tahun 2005 silam.
Menurutnya, tungku yang diproduksinya itu merupakan sebuah alat masak hemat energi dengan proses memasak yang cepat dan didukung sirkulasi udara. Itu sebabnya, tungku tersebut dibuat sedemikian rupa sebagai hasil hasil inovatif Bernadus. “Mudah-mudahan pemerintah daerah mendukung dalam bentuk modal kerja. Rasanya kami terbeban apabila kami kurang menanggapi keinginan masyarakat untuk tetap memproduksi tungku ini. Kami dan masyarakat merasa lebih bersemangat melalui uluran tangan dan perhatian dari pemerintah dan pihak lain untuk membantu biaya produksinya,” tuturnya penuh harap.
Kini, usaha Tungku Bole Cenderawasih dikerjakan 3 orang. Tempat usahanya terletak disamping rumah Dambut Bernadus. Sebelumnya di Samabusa, tapi dipindahkan bersamaan pindah tempat tugas. Tungku hemat energi karya orisinil Bernadus ini pernah diikutkan dalam berbagai event pameran atau promosi produk lokal. Misalnya saat pagelaran Festival Seni Papua IX yang dipusat di Taman Gizi Oyehe Nabire, dua tahun lalu. Sebagai umat beragama, Bernadus berkeyakinan bahwa anugerah kasih yang diberikan Tuhan kepada dapat diwujudnyatakan kepada sesama. Salah satunya, orang lain bisa merasakan manfaat tungku buatan Bernandus. (Markus You)
Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 komentar:

Posting Komentar